Oleh Nara Setya W
Mahasiswa Pendidikan Sejarah FKIP Universitas Jember

[1] Ngelmu iku, kelakone kanthi laku, Lekase lawan kas, Tegese kas nyantosani, Setya budya pangekese dur angkara.
Terjemahan: Ngelmu itu terlaksana dengan penghayatan, Penerapannya harus dengan sungguh-sungguh, Artinya, benar-benar dapat memberikan kesentosaan, Dengan kesadaran yang kokoh untuk menaklukkan angkara murka.

[2] Angkara gung, neng angga anggung gumulung, Gegolong nira, Triloka lekere kongsi, Yen den umbar ambabar dadi rubeda.
Terjemahan: Sifat angkara murka itu berada di dalam pribadi, Sesuai dengan tingkatan Anda, Ia meliputi tiga dunia, Bilamana dibiarkan, akan mendatangkan malapetaka.

[3] Beda lamun, wus sengsem rehing asamun, Semune ngaksama, Sasamane bangsa sisip, Sarwa sareh saking mardi martotama.
Terjemahan: Beda halnya, dengan yang sudah senang hidup di keheningan, Wajahnya mencerminkan sebagai pemaaf, Terhadap sesamanya yang berbuat kesalahan, Senantiasa sabar dalam berupaya menjadi seorang pemurah.

[4] Taman limut, durgameng tyas kang weh limput, Kerem ing karamat, Karana karoban ing sih, Sihing suksma ngrebda sahardi gengiro.
Terjemahan: Sama sekali tidak tergoda, oleh rintangan hati yang lupa, Telah tenggelam dalam keluhuran budi, Karena memperoleh anugerah Tuhan, Anugerah yang berlimpah ibarat gunung besarnya.

[5] Yeku patut, tinulad-tulad tinurut, Sapituduhira, Aja kaya jaman mangkin, Keh pramudha mundhi dhiri rapal makna.
Terjemahan: Manusia seperti itulah yang wajib diikuti, dan Diindahkan semua petunjuknya, Jangan seperti zaman sekarang, Banyak kaum muda yang menyombongkan diri, padahal kemampuanya sekedar menghafal.

[6] Durung pesus kesusu keselak besus, Amaknani rapal, Kaya sayid weton Mesir, Pendhak-pendhak angendhak gunaning janma.
Terjemahan: Belum becus tergesa-gesa berlagak, Menjelaskan kandungan yang diucapkan, Gayanya bagaikan profesor dari Mesir, Setiap kali meremehkan kepandaian orang lain.

[7] Kang kadyeku, kalebu wong ngaku-ngaku, Akale alangka, Elok Jawane den mohi, Paksa langkah ngangkah met kawruh ing Mekah,
Terjemahan: Yang seperti itu, tergolong orang yang cuma mengaku, Hasil pemikirannya tak ada, Kebudayaan Jawanya dijauhi, Memaksa diri melangkah menimba pengetahuan di Mekah.

[8] Nora weruh, rosing rasa kang rinuruh, Lumeket ing angga, Anggere padha marsudi, Kana kene kahanane nora beda.
Terjemahan: Tidak tahu, bahwa sarinya rasa yang dicari itu, Melekat dalam diri sendiri, Asal diusahakan dengan sungguh-sungguh, Di sana (Mekah) dan di sini (Jawa) tak ada bedanya.

[9] Uger lugu, denta mrih pralebdeng kalbu, Yen kabul kabuka, Ing drajat kajating urip, Kayakang wus winahya sekar Srinata.
Terjemahan: Asal jujur, yang Anda lakukan untuk memperoleh kearifan, Bilamana terkabul niscaya terbuka, Derajat yang dihajatkan dalam hidup, Seperti yang dipaparkan dalam kitab suci.

[10] Basa ngelmu, mupakate lan panemu, Pasahe lan tapa, Yen satriya tanah Jawi, Kuna-kuna kang ginilut tri-pakara.
Terjemahan: Bicara tentang ilmu, harus berdasarkan penemuan, Berhasilnya dengan perenungan, Adapun bagi satria di Pulau Jawa, Sejak dulu yang diusahakan dengan cermat itu tiga ha.

[11] Lila lamun, kelangan ora gegetun, Trima yen ketaman, Sak serik sameng dumadi, Tri legawa nalangsa ing bathara.
Terjemahan: Rela dan tidak menyesal bila kehilangan, Sabar bila terkena, Sirik dari manusia lain, Ikhlas dan berserah diri kepada Tuhan.

[12] Bathara gung, inguger graning jejantung, Jenek Hyang Wisesa, Sana pasenetan suci, Nora kaya si mudha mudhar angkara.
Terjemahan: Tuhan Yang Mahaagung disemayamkan di puncak jantung, Sehingga Tuhan Yang Mahakuasa rela, Bersemayam di tempat suci, Tidak seperti si orang muda yang menuruti hawa nafsunya.

[13] Nora uwus, kareme anguwus-uwus, Uwose tan ana, Mung janjine muring-muring, Kaya buta buteng betah nganiaya.
Terjemahan: Tidak ada habisnya, gemarnya mengumpat-umpat, Hakikatnya tidak ada, Cuma marah-marah, Seperti raksasa naik pitam dan senang menganiaya.

[14] Sakeh luput, ing angga tansah linimput, Linimpet ing sabda, Narka tan ana udani, Lumuh ala hardhane ginawe gada.
Terjemahan: Segala kesalahan, di badan sendiri disembunyikan, Ditutupi dengan berbagai dalih, Mengira tak ada yang menelanjangi, Enggan dikatakan jahat angkara murkanya dijadikan senjata.

[15] Durung punjul, kesusu keselak jujul, Kaseselan hawa, Cupet kapepetan pamrih, Tangeh nedya anggambuh mring Hyang Wisesa.
Terjemahan: Belum memiliki kelebihan, tak mampu menampung ilmu, Karena dipenuhi hawa nafsu, Pikiran pendek tertutup pamrih, Mustahil bila hendak mendekatkan diri kepada Yang Mahakuasa.