Mitos Air Terjun Sedudo, Kabupaten Nganjuk
=Nara Setya Wiratama=

Selayang Pandang Kabupaten Nganjuk

Nganjuk merupakan salah satu kabupaten di Jawa Timur. Terletak sebelah selatan Kabupaten Kediri dan Bojonegoro, Barat berbatasan dengan Kabupaten Madiun, Utara dengan Kabupaten Bojonegoro, dan Timur berbatasan langsung dengan kabupaten Jombang. Selain itu, Nganjuk merupakan jalur utama darat yang menghubungkan Surabaya-Solo-Yogyakarta, Kediri-Bojonegoro, dan perlintasan kereta api dari Surabaya-Jakarta, Banyuwangi-Yogyakarta, dan sebagainya.

Kabupaten Nganjuk memiliki potensi alam dan wisata yang sangat membanggakan di kancah pariwisata Jawa Timur, dan Nasional. Salah satunya objek wisata yang terkenal adalah Air Terjun Sedudo. Dimana setiap harinya banyak wisatawan dalam kota sendiri,antar kota, antar propinsi, dan pada hari-hari tertentu banyak wisatawan asing. Air Terjun Sedudo berada di Desa Ngliman, Kecamatan Sawahan, Kabupaten nganjuk dan terletak di ketinggianan 1.438 meter di atas permukaan laut (dpl) di sisi timur kawasan Gunung Wilis, dengan ketinggian air terjun sekitar 105 meter.

Air terjun Sedudo bukan hanya terkenal karena keindahan alamnya, namun di balik itu ada semacam kharakteristik yang membedakannya dari air terjun lainnya karena memiliki berbagai mitos, kepercayaan masyarakat setempat, dan masih kental dengan budaya jawa. Selain itu Air Terjun Sedudo ternyata sudah terkenal sejak jaman Majapahit, yang mana air terjun ini diyakini sebagai Tirta Suci yang mengalir dari kahyangan. Bahkan Para Raja, Bangsawan dan Pendeta pada jaman itu sering mempergunakan untuk upacara ritual, yaitu memandikan arca atau senjata pusaka dalam upacara Parna Prahista, yang kemudian sisa airnya dipercikan untuk keluarga agar mendapat berkah keselamatan dan awet muda.

Nganjuk dahulunya bernama Anjuk Ladang yang dalam bahasa kuna berarti Tanah Kemenangan. Dibangun pada tahun 859 Caka atau 937 Masehi. Kabupaten Nganjuk terdiri atas 20 kecamatan, 284 desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Nganjuk. Nganjuk dilintasi jalur utama Surabaya-Yogyakarta, serta menjadi persimpangan dengan jalur menuju Kediri. Nganjuk juga dilintasi jalur kereta api Surabaya-Yogyakarta-Bandung/Jakarta. Dr. Soetomo, Pahlawan perintis kemerdekaan Indonesia, pendiri Boedi Oetomo yang merupakan organisasi modern pertama di Indonesia, adalah salah satu tokoh nasional kelahiran Nganjuk. tepatnya di desa Ngepeh Kecamatan Loceret.

Kabupaten Nganjuk memiliki potensi yang luar biasa dalam kancah Pariwisata Jawa Timur, dan Nasional. Diantaranya:
1) Air Terjun Sedudo;
2) Air Terjun Singokromo;
3) Air Terjun Merambat Roro Kuning;
4) Air Terjun Pacoban Nunut;
5) Goa Margo Tresno / Goa Lawa;
6) Monumen Jenderal Soedirman (Tempat Istirahat Jenderal Soedirman ketika Perang Gerilya);
7) Monumen Dr. Soetomo;
8) Sri Tanjung Wisata Tirta;
9) Kertosono Water Park / Water Boom;
10) Dan Lain-lain.

Sebenarnya masih banyak Air Terjun di Kabupaten Nganjuk yang belum dikenal, dan masih alami di tengah-tengah hutan lereng Gunung Wilis. Dari bermacam-macam objek Wisata tersebut salah satu yang terkenal adalah Air Terjun Sedudo.

Legenda Air Terjun Sedudo

Pada zaman kerajaan Kediri, sang raja memiliki seorang putri yang mempunyai penyakit aneh seperti cacar namun sangat menjijikkan bagi yang melihatnya, akhirnya oleh sang raja yang tidak lain ayahnya sendiri putri tersebut di suruh untuk berobat ke sebuah padepokan yang berada di daerah Pace (Sekarang salah satu kecamatan di Kabupaten Nganjuk). Pemilik padepokan sekaligus teman dari raja ini disuruh menyembuhkan dan menyembuyikan identitas sang putri dari rakyat sekitar, akhirnya setiap pagi putri di mandikan di air terjun Merambat Roro Kuning (dulu belum dinamakan Merambat Roro kuning, ada legendanya tersendiri mengenai Air Terjun Merambat Roro Kuning ini) untuk menyembuhkan penyakit sekaligus pada pagi hari air terjun ini belum dipakai oleh rakyat sekitar.

Setiap hari penyakit putri berangsur – angsur sembuh, paras cantiknya kian terlihat kembali, anak dari pemilik padepokan tersebut mulai mengetahui siapa si putri ini. Bahwa si putri tersebut adalah anak dari raja Kediri yang sedang berobat di padepokan milik ayahnya. Akhirnya kedua anak dari pemilik padepokan tersebut mengejar hati dari putri kerajaan Kediri.

Pada akhirnya ketiga insan tersebut merajut cinta, namun cerita barulah bermulai ketika si putri tersebut sembuh dari penyakitnya. Akhirnya sang raja dari kerajaan Kediri menjodohkan putri tersebut dengan calon pilihan sang ayah yang tidak lain adalah anak dari kerabat Sang Raja. Lalu kedua anak dari pemilik padepokan tesebut patah hati berat, akhirnya sampai berbulan – bulan kedua anak tersebut mengurung diri di sebuah kamar, hingga suatu ketika mereka keluar dari kamar dengan sikap yang berubah total. Dulu yang begitu ramah dengan orang sekitar, kini kedua anak tersebut tidak memiliki sopan santun sama sekali terhadap orang lain semenjak peristiwa tesebut.

Karena sikap yang dimiliki oleh kedua anaknya, akhirnya membuat pemilik padepokan tersebut yang tidak lain adalah ayahnya sendiri mengutus kedua anak tersebut bersemedi untuk melupakan jalinan kasih dengan putri kerajaan Kediri, namun sebelum melakukan semedi kakak beradik ini mengucapkan sebuah ikrar / sumpah bahwa sang adik tidak akan pernah sopan santun lagi kepada orang lain sedangkan sang kakak akan selalu hidup melajang.

Sang kakak bertapa di sebuah air terjun tertinggi maka dari itu air terjun yang berada paling tinggi di namakan air terjun Sedudo yang artinya “Sing mendudo” atau dalam bahasa Indonesian artinya “yang melajang”, sedangkan adiknya bertapa di air terjun SingoKromo yang artinya “Sing Ora Kromo” atau dalam bahasa Indonesia artinya “yang tidak memiliki sopan santun”. Letak dari air terjun SingoKromo berada di bawah air Terjun Sedudo. Nama dari kedua air terjun tersebut di ambil dari janji mereka sewaktu akan melakukan semedi dulu.

Berkah Ki Ageng Ngaliman

Setiap obyek wisata tentu memiliki nilai lebih, semisal cerita lain mengenai tempat itu, yang membuat obyek tersebut bertambah menarik. Begitu juga halnya dengan air terjun Sedudo. Di saat bulan purnama di bulan Suro misalnya, di tempat itu banyak acara ritual yang diselenggarakan sehingga membuat Air Terjun Sedudo jauh lebih ramai dari hari-hari biasa.
Menurut Rahman, yang sudah puluhan tahun menjadi juru kunci di tempat wisata itu, berdasarkan cerita turun-temurun, dulu kawasan Sedudo merupakan tempat pertapaan Ki Ageng Ngaliman, tokoh pelopor penyebaran agama Islam di Nganjuk waktu itu. Sebagai penghormatan atas jasa-jasanya, maka setiap bulan Suro sebuah upacara ritual selalu digelar. Ritual yang diberinama pengambilan Air Suci Sedudo itu diisi dengan acara iring-iringan 15 gadis berambut panjang (Gadis yang masih Perawan) yang berbusana adat Jawa, berjalan perlahan menuju kolam yang berada tepat di bawah air terjun.
Lima gadis terdepan membawa klenting (istilah Jawa untuk guci), sedang sepuluh lainnya mengiringi para pembawa klenting itu. Tembang Ilir-ilir mengiringi langkah mereka. Tak lama kemudian, ke 15 gadis yang disebut Putri Tirtosari itu, tiba di kolam yang sudah menunggu lima pemuda, yang juga berpakaian ala abdi keraton di kerajaan Jawa. Lima pemuda dengan sebutan jejaka taruna inilah, yang akan mengambilkan air pusaka dari air terjun Sedudo.
Begitu lima gadis pembawa klenting sudah berhadap-hadapan dengan jejaka taruna, guci aneka warna itu diserahkan. Tak berapa lama, kelima pemuda menuju dasar air terjun yang bersuara gemuruh. Mereka menengadahkan klenting itu, dan air Sedudo yang dipercayai penuh khasiat, memenuhi kelima guci. Air Sedudo di dalam lima klenting itu, kemudian dipersembahkan sebagai sesaji dan mencuci pusaka. Setelah ritual selesai, para wiatawan yang telah menunggu langsung turu ke kolam dan mandi di bawah derasnya Air Terjun ini dan meminum Airnya.
Hingga sekarang pihak Pemerintah Kabupaten Nganjuk secara rutin melaksanakan acara ritual Mandi Sedudo setiap tanggal 1 Suro bulan Sura (kalender Jawa). Konon mitos yang ada sejak zaman Majapahit pada bulan itu dipercaya membawa berkah awet muda bagi orang yang mandi di air terjun tersebut.

Awet Muda dan Berwibawa

Dari sesaji itu diharapkan dapat membawa berkah keselamatan bagi warga Kota Nganjuk. Bau dupa yang diletakkan di dekat kolam oleh seorang petugas di awal upacara mengentalkan nuansa mistis itu. Kuatnya kesan mistis ini, seiring dengan keyakinan masyarakat Nganjuk dan juga Jawa Timur, tentang khasiat air Sedudo. Warga yakin, dengan mandi dan minumdi air terjun tersebut, mereka akan memperoleh berkah, berupa awet muda, murah rezekinya, berkah, berwibawa, khususnya bagi para pejabat atau pimpinan perusahaan. Mereka percaya, air yang mengalir tak henti-hentinya mengalir di Sedudo, bersumber dari tempat keramat, yakni tempat di mana para dewa bersemayam. Tak heran, ketika malam tahun baru Hijriyah 1 Muharram, atau biasa dikenal malam 1 Suro oleh masyarakat Jawa, ribuan pengunjung selalu memadati Sedudo baik dari Nganjuk, Jawa Timur, dan seluruh masyarakat di Indonesia, bahkan wisatawan Asing. Brkumpul Di tengah dinginnya air terjun Sedudo, mereka mandi beramai-ramai di kolamnya.