oleh: Nara S Wiratama
Mahasiswa disebut juga sebagai salahsatu agent of change atau agen perubahan di masyarakat. Dimana Mahasiswa merupakan generasi muda yang pikiran dan kemampuannya mampu mempengaruhi keputusan yang dilakukan oleh pemerintahan pusat. Mungkin masyarakat awam akan berpikiran bahwa tugas Mahasiswa adalah hanya belajar, kuliah, pulang, kuliah, pulang, dan seterusnya. Hingga akhirnya mendapat gelar Sarjananya. Namun, apakah hanya sebatas itu peranan Mahasiswa sesungguhnya? Mari kita kaji lebih mendalam.
Jika kita melihat sejarahnya tentang peranan Mahasiswa dan pemuda, di era kemerdekaan Indonesia 17 Agustus 1945. Dimulai dari pelarian Ir.Soekarno dan Muhammad Hatta pada tanggal 14 Agustus 1945 ke Rengasdengklok yang dilakukan oleh golongan Muda. Hal itu dilakukan oleh golongan muda untuk mendesak golongan tua untuk segera memproklamirkan kemerdekaan Indonesia, yang saat itu para pemuda sudah mengetahui bahwa Jepang telah kalah dengan sekutu. Sehingga mereka berpendapat inilah saat yang tepat untuk menyatakan kemerdekaan Indonesia. Namun golongan tua tetap ragu dan memilih untuk menunggu kepastian dan menunggu diijinkan oleh pemerintahan Jepang. Karena menganggap kekuatan Jepang masih sangat kuat di Indonesia. Atas desakan-desakan dari Pemuda dan dengan pendapat-pendapat yang menguatkan, akhirnya tanggal 17 Agustus 1945 dini hari di rumah Laksamana Maeda, para golongan tua pun menyetujui untuk secepatnya melaksanakan proklamasi kemerdekaan. Dan dini hari itu juga mereka menyiapkan naskah teks proklamasi yang akan dikumandangkan pada keesokan harinya yaitu 17 Agustus 1945.
Suatu contoh lagi, pada masa orde baru kita semua hidup dalam kehidupan penuh kediktatoran penguasa. Otoriter adalah salahsatu kebijakannya sehari-hari. Kebebasan berpendapat seakan-akan buntu, tidak ada jalan untuk masyarakat menyuarakan aspirasi kepada pemerintah pusat. Kebebasan bermusik pun seperti Iwan Fals dilarang pada masa itu, maka Iwan Fals yang fenomenal dengan lagu-lagunya yang selalu mengkritik pemerintahan orde baru sering keluar masuk penjara tanpa alasan yang jelas. Hukum seakan-akan tunduk atas perintah penguasa. Seandainya ada lagi yang bersuara, tidak jarang keesokan harinya mereka hilang entah kemana. Seperti Tokoh HAM Munir, Marsinah warga asli Nganjuk Jawa Timur yang bekerja sebagai buruh Pabrik di Sidoarjo yang akhirnya tewas dengan mengenaskan setelah beberapa hari berupaya mengeluarkan aspirasinya yang saat ini kematian mereka belum diketahui penyebabnya. Dan masih banyak lagi tragedi-tragedi lainnya di negeri ini. Selama 32 tahun kita terbelenggu oleh birokrasi yang otoriter, semena-mena, seakan-akan kita bagaikan kerbau yang harus melayani majikan menggarap sawah.
Hingga akhirnya pada Mei 1998, Indonesia mengalami keterpurukan ekonomi yang menerpa Asia Timur, meningkatnya inflasi dan pengangguran menciptakan penderitaan dan penjarahan dimana-mana, perampokan, pemerkosaan terjadi hampir setiap hari, ketidakpuasan terhadap pemerintah yang lamban dan merajalelanya korupsi dikalangan pejabat pemerintahan. Setelah Soeharto terpilih kembali menjadi presiden untuk yang kesekian kalinya, Mahasiswa dari berbagai Universitas di seluruh Nusantara bersatu menyelenggarakan demonstrasi besar-besaran. Mereka meminta pemilu ulang dan tindakan efektif untuk mengatasi berbagai krisis yang melanda Indonesia waktu itu. Ini adalah insiden terbaru ketika Mahasiswa meneriakkan aspirasi rakyat. Peristiwa Semanggi, Trisakti 12 Mei 1998 mewarnai proses peristiwa tesebut. Akhirnya Soeharto yang tidak mampu mengendalikan kerusuhan, dan gagal mendapatkan dukungan ulama dan tokoh masyarakat. Akhirnya Soeharto Mundur dari presiden dan digantikan oleh wakilnya BJ.Habibie. Inilah awal mula Reformasi yang dilakukan oleh Mahasiswa, generasi penerus bangsa, yang pemikiran dan kemampuannya sangat dibutuhkan dalam roda perpolitikan di pemerintahan.
Sekarang telah 12 tahun Reformasi berkumandang yang dilaksanakan di Negara kita, namun kemajuan dan kesejahteraan masyarakat masih belum cukup membawa perubahan yang berarti. Hal ini bisa kita lihat, bahwa masih banyaknya pemulung, rumah-rumah kumuh di kota-kota besar, seperti Jakarta, Surabaya, dan sebagainya. Mereka tinggal dikolong jembatan, dibawah jalan tol, ditepi rel kereta api yang sewaktu-waktu mereka bisa digusur. Dan lucunya lagi, mereka tinggal didekat gedung-gedung tinggi milik pemerintah dan rumah-rumah mewah milik pejabat negeri ini. Lalu mengapa tidak ada tindakan yang cukup berarti selama 12 tahun ini? Dan mengapa pula pengangguran, kemiskinan, ketidakmerataan tetap saja berlangsung di Negara kita, bahkan malah meningkat populasi mereka. Yang kaya semakin kaya, yang miskin semakin miskin. Itulah tugas kita bersama sebagai Mahasiswa untuk memberikan sumbangan pemikiran bagi masyarakat Indonesia, minimal kehadiran kita mampu mempengaruhi sistem perpolitikan didaerah masing-masing atau di desa asal kita.
Suatu peristiwa dan kasus yang bisa kita buat pelajaran untuk melakukan perubahan di daerah kita. Beberapa tahun terakhir pemerintah pusat telah membagikan Tabung Elpiji 3kg dan kompor gas kepada semua masyarakat guna mengganti keberadan minyak tanah yang mulai terbatas keberadaannya. Yang masih menjadi pikiran kita, apakah distribusinya telah merata sampai ke masyarakat? Mari kita tengok fakta-fakta yang ada. Dari berbagai pengamatan, masih banyak masyarakat yang belum mendapatkan haknya ini, setelah ditelusur ternyata tabung dan kompor gas jatah masyarakat telah dijual oleh perangkat desa setempat dan uangnya digunakan untuk keperluan pribadinya. Contoh lainnya, beras miskin atau Raskin ternyata juga jauh dari kelayakan konsumsi. Hal ini dapat dibuktikan dengan banyaknya masyarakat yang mengeluh, bahwa Raskin yang didapatnya dari Desa tidak layak pakai atau tidak layak makan seperti makanan unggas, warna berasnya cokelat kehitaman. Setelah dilakukan pengamatan, ternyata telah terjadi penjualan juga atas jatah beras miskin tersebut oleh perangkat desa. Seharusnya beras masih bagus, setelah dijual, lalu oknum tersebut membelikan lagi dengan beras yang jauh lebih murah, jelek kualitasnya dan dijual kepada masyarakat sebagai jatah Raskin dengan harga yang murah. Hal ini jelaslah bahwa perilaku korupsi tidak hanya terjadi pada pejabat di tingkat pemerintahan atas, namun dari atas sampai pejabat bawahan hampir semua terlibat. Dalam hal ini tentunya tidak semua pejabat melakukan, namun oknum. Disinilah peranan Mahasiswa sangat dibutuhkan, minimal untuk menolong masyarakat daerah tempat asalnya.
Langkah konkrit yang bisa dilakukan mahasiswa adalah dengan mendekati pemuda-pemuda desa, dan mengajaknya berbincang-bincang mengenai hasil panen desa setempat, dan sebagainya. Lalu pertanyaannya, mengapa kita mendekati pemuda desa? Mengapa tidak bapak-bapak atau ibu-ibu nya yang notabene mereka yang merasakan kerugian yang ditimbulkan. Karena jiwa muda adalah jiwa yang semangatnya masih berapi-api, mereka bisa membela mati-matian demi keutuhan bangsa dan negaranya. Seperti yang telah dikatakan oleh Presiden Soekarno, bahwa “Beri aku sepuluh pemuda, maka akan aku goyahkan dunia”. Jadi sudah jelas sekali pemuda/mahasiswa mempunyai potensi yang luar biasa, dalam hal ini kita berharap pemuda bisa membantu pergerakan perpolitikan yang ada di desa yang selama ini telah diperas oleh pejabat-pejabat didesanya. Inilah yang kita harapkan, jadi kita tidak bergerak sendiri namun kita bergerak bersama dengan pemuda lain.
Ketika pemuda sudah berniat untuk merubah tatanan didesanya, maka mereka sudah pasti akan melakukan suatu gerakan yang akan merombak sistem yang ada di desa tersebut. Hal pertama yang kita lakukan adalah memberikan pengaruh kepada mereka agar mengikuti semua jenis rapat yang dilaksanakan dikelurahan atau kantor kecamatan. Karena biasanya masyarakat enggan untuk datang langsung menghadiri rapat tersebut, sehingga masyarakat pun tidak mengerti program-program pemerintah pusat yang sebenarnya ingin memajukan rakyat. Sehingga tidak salah juga kalau akhirnya dana-dana dan fasilitas yang diberikan Negara untuk rakyat disunat oleh pejabat-pejabat yang bersangkutan. Setelah kita mengikuti rapat, lalu kita mencoba menelaah dan mengkoreksi setiap kebijakan yang dikeluarkan dalam forum, lalu kita mencoba untuk bertanya dan membantah, tentu dengan didasari fakta-fakta dan bukti-bukti yang terpercaya. Jika aspirasi kita tetap saja tidak diterima dalam forum, kita bisa melaksanakan turun kejalan dalam artian mengungkapkan seluruh aspirasi kita melalui jalan demonstrasi pemuda-pemuda desa. Dengan seperti itu, pasti pemerintah di kecamatan, kabupaten, propinsi, bahkan pemerintah pusat akan terfokus kepada masalah yang ada di desa kita. Karena media penyampai berita sudah cukup canggih seperti Koran, berita radio, televisi, dan internet diharapkan mampu menayangkan kegiatan kita sehingga masalah ini lebih cepat diatasi dan didengar oleh pemerintah pusat. Harapannya adalah kebusukan oknum perangkat desa akan terungkap. Dengan cara demikian kesejahteraan masyarakat sedikit demi sedikit akan lebih maju dari sebelumnya.
Apabila cara seperti ini dilakukan seluruh mahasiswa yang ada di Indonesia, dan mereka tersebar diberbagai wilayah di nusantara. Pasti keburukan dan kebobrokan sistem yang ada di desa akan segera teratasi, dan rakyat akan sejahtera. Lalu pertanyaannya, mengapa bahasan esai ini terfokus hanya di desa, dan tidak di kota maupun provinsi? Karena masyarakat Indonesia mayoritas masih berada di pedesaan, yang notabene mereka masih buta akan sistem perpolitikan yang ada didesanya. Mereka menganggap politik adalah busuk, ajang untuk korupsi, dan lain-lain. Yang sebenarnya politik itu bagus, namun yang membuat citra politik rusak adalah oknum yag tidak bertanggung jawab dan ingin meraup keuntungan pribadinya. Sehingga tidak sedikit dana yang seharusnya untuk mendanai masyarakat miskin, setelah sampai di desa dana tersebut habis. Ini disebabkan masyarakat kurang kritis terhadap apa yang ada di lingkungannya. Karena mereka menganggap, tidak penting mengurus politik, toh mereka tetap saja seperti ini. Mindset seperti itu yang harus dihilangkan dari masyarakat Indonesia, kita harus tahu apa itu politik, apa itu sistem perekonomian. Meski tidak masuk dalam dunia politik, paling tidak kita tahu tentang ilmu politik, yang diharapkan mampu memberi perubahan yang besar dalam tatanan kehidupan bermasyarakat. Agar tidak sampai menjadi korban kejahatan politik, inilah salahsatu tugas dari Mahasiswa untuk turun langsung ke masyarakat guna pengabdiannya. Dan ini salahsatu aplikasi dari Tri Dharma perguruan Tinggi.