Ini adalah artikel saya yang pernah di terbitkan di Surat Kabar Jawa Pos. Dengan tujuan awal melihat paradigma yang ada di dunia pendidikan kita saat ini, Semoga bisa menyumbangkan ide dan gagasan bagi pemerintah kita,
. Hasil pengumuman kelulusan SMA/SMK/MA dan tingkat SMP telah diumumkan. Dari hasil tersebut tentunya kita bisa mengevaluasi dampak yang dihasilkan. Kebanyakan mereka yang tidak lulus/siswa yang nilainya minim adalah siswa yang kesehariaannya berprestasi di sekolahnya tersebut. Jika ditelusuri lagi mereka yang tidak lulus/nilainya minim tersebut adalah mereka yang percaya diri saat Ujian berlangsung, jadi sangat disayangkan sekali jika pemerintah hanya melihat prestasi siswa tersebut dalam nilai UN.
Bahkan ironisnya siswa yang kesehariannya ndableg,mbolosan,dll,itu justru lulus dengan nilai yang memuaskan saat UN ( Ini sudah tiap tahun ada di tiap sekolah ). Karena pada saat mengerjakan dia hanya mengandalkan dan mencari jawaban temannya yang rajin dan memadukannya. Sedangkan siswa yang percaya diri dan rajin tersebut akan mempunyai nilai sebatas dia mengerjakan itu sendiri. Bukannya tujuan UN sendiri awalnya yang diutamakan kejujuran???? Tapi mengapa kejujuran tidak dibarengi dengan tindakan di lapangan!!! Jadi apakah tolok ukur kemampuan siswa ini hanya didasarkan pada nilai UN???? Semoga pemerintah pusat bisa meninjau kembali dan mengevaluasi UN tahun depan atau bahkan ada cara lain yang lebih bijak mengedepankan prestasi siswa dalam kesehariannya,jadi tidak ditentukan hanya saat Ujian Akhir.
Dihimbau komentar, saran, kritik, guna membangun generasi muda kita tahun depan!!!